Minggu, 26 September 2010

Mind Set!MegatrendsJohn Naisbitt

Siapa tak kenal John Naisbitt? Masih segar di ingatan saya pada saat mengambil tugas di Jurusan Teknik Industri ITB, Prof Dr Anang Zaini Gani, dosen pembimbing saya, menyodorkan buku bertajuk “Megatrends” yang, sungguh, saya tidak mengerti apa maksudnya. Beliau memberi tugas ke saya untuk mepelajari buku tersebut dalam salah satu kuliah yang saya ambil dan membuat paper tentang subyek ini. Dengan segala macam keterbatasan, sulit bagi saya untuk mengerti, apalagi menyerap, isi buku tersebut. Kemudian, saya hanya mencoba “menterjemahkan” dengan bahasa yang kacau, tanpa pemahaman. Pada saat konsultasi dengan Pak Anang, saya bukan tambah mengerti, justru tambah frustrasi karena tidak tahu buku ini bicara apa.
 mindset.jpg
Setelah saya lulus, saya baru tahu bahwa dulu saya pernah “mencoba mengerti” apa itu yang disebut “hi-tech” dan “hi-touch”. Namun, di dunia pekerjaan saya akhirnya merasakan apa yang dimaksud John Naisbitt dengan istilah tersebut. Itulah kekuatan sebuah mind set (pola pikir). Naisbitt mendefinisikan pola pikir secara sederhana sebagai bidang dimana hujan jatuh. Bila bidang itu berupa benda padat datar (misalnya kaca) maka air hujan membentuk butiran-butiran air di bidang tersebut. Namun bila hujan jatuh di tanah subur, yang terlihat adalah resapan tanah yang menjadi tampak basah. Kembali dengan pengalaman “Megatrends”, dulu otak saya masih memiliki permukaan datar sehingga tidak mau meresap. Setelah bekerja, saya menjadi lebih terbuka dan bisa menyerap seperti tanah subur tadi.

Buku “Megatrends”, yang terjual sembilan juta eksemplar, telah melejitkan nama Naisbitt sehingga keduanya memberi makna identik. Dua puluh lima tahun kemudian Naisbitt membuat buku bertajuk “Mind Set!” yang mencoba mengulas pola pikir dan gambaran masa depan. Ini berbeda dengan “Megatrends” maupun “Megatrends 2000” yang lebih fokus pada gambaran masa depan. Justru di buku ini John Naisbitt mengulas mengapa ia bisa sampai pada kesimpulan seperti buku sebelumnya. Ini ia lakukan karena beberapa penelitiannya antara lain menemukan bahwa pada beberapa hal, prediksi-prediksi yang dibuat terlalu dibesar-besarkan, bahkan tidak realistis.

Sebagai contoh, Naisbitt menguraikan tentang prediksi pakar lingkungan hidup yang saat itu mendramatisir bahwa dalam satu tahun akan terdapat 27,375 spesies yang punah padahal pada prediksi yang lebih akurat kemudian dinyatakan hanya 2,300 spesies per tahun (hal 29). Naisbitt juga menjumpai adanya kontradiksi dari apa yang dicanangkan, misalnya dalam isu global cooling dengan dampaknya berupa ice age. Anehnya, pada kesempatan yang tidak lama setelah hal itu dicanangkan, masyarakat dunia dihebohkan dengan isu global warming.  Ini jelas sangat membingungkan. Oleh sebab itu Naisbitt merasa perlu membahas rinci mengenai apa dan bagaimana pola pikir itu, sebelum pada akhirnya membicarakan gambaran masa depan yang akan terjadi.

Yang mengagetkan adalah pendapatnya bahwa “satu-satunya yang tetap adalah perubahan” salah kaprah. Justru ia menekankan bahwa meskipun banyak perubahan, namun lebih banyak yang konstan (Mind Set #1). Ia mengambil contoh petani yang sudah ia kenal sejak masa kecilnya, namun sekarang masih juga ada petani. Yang berubah adalah “bagaimana” sesuatu dilakukan bukan “apa” yang dilakukan. Saya juga ingat pada awal e-book dikenalkan,dunia percetakan akan punah. Namun, saat ini saya membeli buku ini dalam bentuk cetakan, bukan e-book.

Yang juga menarik adalah Mind Set # 9 dimana ia menegaskan bahwa hasil tidak diperoleh dengan solusi, namun dengan mengeksplorasi peluang. Perubahan-perubahan yang terjadi tentu akan memberikan peluang yang besar dalam banyak hal. Lihat saja peluang yang terbuka lebar di dunia maya melalui aktivitas blogging, misalnya. Businessweek mengulas artikel tentang suksesnya blogger muda yang meraup ribuan dollar pendapatan perbulan melalui aktivitas blogging. Pada umumnya, mereka melakukan aktivitas blogging secara iseng seperti di blog “I Can Has Cheezburger” yang mendadak kondang. Si pemilik blog memasang foto kucing gendut dan komentar (caption) aneh. Kemudian, blog ini dikunjungi ribuan pengunjung dan banyak pihak memasang iklan.

Bagian kedua buku ini mengulas gambaran tentang masa depan karena setiap orang pasti ingin tahu bagaimana wujud masa depan itu. Berdasarkan 11 pola pikir yang telah ia bahas di bagian satu, Naisbitt mencoba menggambarkan bentuk masa depan yang akan kita hadapi. Di sini jelas ia menekankan bahwa prediksi yang dibuatnya apad bagian ini berdasarkan atas pola pikir yang telah melekat padanya dan dibahas tuntas sebelumnya. Selain itu, sekaligus ini berfungsi sebagai alibi bahwa bila di kemudian hari prediksi yang dibuatnya meleset maka ia bisa berkelit bahwa asumsinya adalah bagian pertama (11 pola pikir).  Di bagian akhir buku ini Naisbitt mengulas era evolusi yang merupakan lahan inovasi, bagi yang jeli mengeksplorasi peluang. Dia menyentil contoh sederhana: ditemukannya telepon yang secara perlahan mengurangi lalu lintas surat, yang merupakan sarana komunikasi jaman dulu. Namun, kita menghadapi era gelap berikutnya, yaitu matinya seni surat-menyurat. Sederhana, namun penuh makna.

Setidaknya ada tiga hal yang kita bisa petik dari buku ini. Pertama, perubahan sangat tergantung dari bagaimana kita memandangnya – tergantung pola pikir kita. Kedua, memang banyak perubahan namun banyak yang tetap. Ketiga, kejelian kita mengidentifikasi perubahan dan mengeksplorasinya lebih lanjut merupakan kunci utama. Dengan kata lain, tergantung kepada sikap kita. Ini sesuai dengan larik lirik lagu bertajuk ”Changes” dari kelompok Yes : “Change changing places. Root yourself to the ground. Capitalize on this good fortune. One word can bring you round. Changes”.

2 komentar:

  1. jika saya py kesempatan bisa study S2 , S3, maka saya akan melampaui kemampuan JOHN NAISBITT. konten2 futuristik saya,saat ini belum saya lengkapi dgn data2 sbgmn layaknya sesuatu yg ilmiah(walaupun yg dianggap Ilmiah para pakar tsb , bg saya hy logikanya anak TK. logika keilmiaahan para profesor , doktor saat ini , bg saaya masih dlm tataran anak baru belajar buang ingus.....dan sya wajib menertawakan)
    sbg orang Jawa atau Indonesiaa, saya lebih kagum kepada daya mampunya para leluhur-leluhur kita dlm memberikan gambaran masa depan, baik gambaran politik, ekonomi atau sosial, dll.
    anehnya .....para pakar dgn fasilitas Pemerntah Indonesia saat ini, kok nggak mampu melampaui John Naisbitt.
    berikan saya kesempatan....maka ...akan saya kalahkan anak2 TK (Profesor, doktor) tsb.
    saya sungguh2 jengkel pd kemampuan para intelek Bangsa Indonesia saat ini..
    jika RonggoWarsito bisa...knp generasi modern bangsa Indonesia tdk bisa.

    BalasHapus
  2. jika saya py kesempatan bisa study S2 , S3, maka saya akan melampaui kemampuan JOHN NAISBITT. konten2 futuristik saya,saat ini belum saya lengkapi dgn data2 sbgmn layaknya sesuatu yg ilmiah, krn sy tak memiliki dana utk aktivitas penggalian data yg diperlukan.(walaupun yg dianggap Ilmiah para pakar tsb , bg saya hy logikanya anak TK. logika keilmiaahan para profesor , doktor saat ini , bg saaya masih dlm tataran anak baru belajar buang ingus.....dan sya wajib menertawakan)

    sbg orang Jawa atau Indonesiaa, saya lebih kagum kepada daya mampunya para leluhur-leluhur kita dlm memberikan gambaran masa depan, baik gambaran politik, ekonomi atau sosial, dll.
    anehnya .....para pakar dgn fasilitas Pemerntah Indonesia saat ini, kok nggak mampu melampaui John Naisbitt.
    berikan saya kesempatan....maka ...akan saya kalahkan anak2 TK (Profesor, doktor) tsb.
    saya sungguh2 jengkel pd kemampuan para intelek Bangsa Indonesia saat in, dlm tsb, shg para pakar kita saat ini, saya anggap tdk bisa memberikan peran dalam rekayasa sosial, politik, ekonomi dll, pd Negara Bangsa Indonesiaa kedepan dlm bingkai NKRI dgn Pancasila yang Jaya.
    jika RonggoWarsito bisa...knp generasi modern bangsa Indonesia tdk bisa.

    BalasHapus