Minggu, 26 September 2010

ETIKA DAN PROFESSIONALISME SEBAGAI CABANG FILSAFAT

Manusia menyetujui atau menolak tapi tidak dalam tahap intelektual saja, tetapi juga pada tahap moral. Etika mulai ketika kita merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Karena pendekatan refleksi kritis, sistematis dan metodis, maka etika adalah suatu ilmu. Etika adalah refleksi ilmiah tentang tingkah laku manusia dari sudut norma-norma atau dari sudut baik dan buruk. Segi normatif merupakan sudut pandang yang khas bagi etika.
Dibandingkan dengan ilmu lain, filsafat tidak membatasi pada gejala-gejala yang konkret, tetapi melampaui taraf konkret, demikian pula dengan etika karena merupakan salah satu cabang filsafat. Bedanya etika dengan cabang filsafat lainnya adalah karena etika tidak membahas “yang ada” tetapi membahas “yang harus dilakukan”. Oleh karena itu tidak jarang etika disebut filsafat praktis, karena berhubungan langsung dengan perilaku manusia. Di dalam etika dianalisis tema-tema pokok seperti: hati nurani, kebebasan, tanggung jawab nilai, norma, hak, kewajiban, keutamaan.
Perbedaan antara etika dengan etiket
1. Etiket menyangkut cara melakukan perbuatan manusia.
Etiket menunjukkan cara yang tepat artinya cara yang diharapkan serta ditentukan dalam sebuah kalangan tertentu. Etika tidak terbatas pada cara melakukan sebuah perbuatan, etika memberi norma tentang perbuatan itu sendiri. Etika menyangkut masalah apakah sebuah perbuatan boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
2. Etiket hanya berlaku untuk pergaulan.
Etika selalu berlaku walaupun tidak ada orang lain. Barang yang dipinjam
harus dikembalikan walaupun pemiliknya sudah lupa.
3. Etiket bersifat relatif.
Yang dianggap tidak sopan dalam sebuah kebudayaan, dapat saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Etika jauh lebih absolut. Perintah seperti “jangan berbohong”, “jangan mencuri” merupakan prinsip etika yang tidak dapat ditawar-tawar.
4. Etiket hanya memadang manusia dari segi lahiriah saja sedangkan etika memandang manusia dari segi dalam.
Penipu misalnya tutur katanya lembut, memegang etiket namun menipu. Orang dapat memegang etiket namun munafik sebaliknya seseorang yang berpegang pada etika tidak mungkin munafik karena seandainya dia munafik maka dia tidak bersikap etis. Orang yang bersikap etis adalah orang yang sungguh-sungguh baik.
Etika dan Agama
• Etika tidak dapat menggantikan agama. Agama merupakan hal yang tepat untuk memberikan orientasi moral. Pemeluk agama menemukan orientasi dasar kehidupan dalam agamanya. Akan tetapi agama itu memerlukan ketrampilan etika agar dapat memberikan orientasi, bukan sekadar indoktrinasi. Hal ini disebabkan empat alasan sebagai berikut:
1. Orang agama mengharapkan agar ajaran agamanya rasional. Ia tidak puas mendengar bahwa Tuhan memerintahkan sesuatu, tetapi ia juga ingin mengerti mengapa Tuhan memerintahkannya. Etika dapat membantu menggali rasionalitas agama.
2. Seringkali ajaran moral yang termuat dalam wahyu mengizinkan interpretasi yang saling berbeda dan bahkan bertentangan.
3. Karena perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan masyarakat maka agama menghadapi masalah moral yang secara langsung tidak disinggung- singgung dalam wahyu. Misalnya bayi tabung, reproduksi manusia dengan gen yang sama.
4. Adanya perbedaan antara etika dan ajaran moral. Etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional semata-mata sedangkan agama pada wahyunya sendiri. Oleh karena itu ajaran agama hanya terbuka pada mereka yang mengakuinya sedangkan etika terbuka bagi setiap orang dari semua agama dan pandangan dunia.
Peranan Etika dalam Dunia Modern
Terdapat tiga ciri yang menonjol bila kita memandang situasi etis dalam dunia modern: pertama, adanya pluralisme moral, karena kita hidup di dalam era komunikasi. Kedua, banyak masalah etis baru yang dahulu tidak pernah diduga, sehubungan dengan pertumbuhan yang pesat dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Ketiga, semakin jelas diperlukannya kepedulian etis universal akibat adanya globalisasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar