Minggu, 26 September 2010

Pancasila sebagai Ideologi Bangsa

A. Pengertian Ideologi
Istilah ideologi berasal dari kata idea dan logos. Idea berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, dan cita-cita. Kata idea berasal dari kata bahasa yunani, eidos yang berarti bentuk atau idein yang berarti melihat. Idea dapat diartikan sebagai cita – cita, yaitu cita-cita yang bersifat tetap dan akan dicapai dalam kehidupan nyata. Dengan demikian, cita – cita ini pada hakikatnya merupakan dasar, pandangan, atau faham yang diyakini kebenarannya. Sedangkan logos berarti ilmu. Secara harfiah, ideologi berarti ilmu pengetahuan tentang ide-ide (the science of ideas), atau ajaran tentang pengertian – pengertian dasar.
Istilah “ideologi”pertama kali dilontarkan oleh seorang filusuf perancis, Antoine Destutt de Tracy pada tahun 1796 sewaktu revolusi perancis tenga menggelora (christenson, et.al., 1971:3). Tracy menggunakan istilah ideologi guna menyebut suatu studi tentang asal mula, hakikat, dan perkembangan ide-pde manusia atau yang sudah dikenal sebagai “science of Ideas”. Gagasan ini diharapkan dapat membawa perubahan institusional dalam masyarakat perancis. Namun napoleon mencemoohnya sebagai suatu khayalan yang tidak memiliki nilai praktis. Pemikiran Tracy ini mirip dengan impian Leibnits yang disebut one great system truth (Pranarka, 1987)
Pokok – pokok pikiran yang perlu dikemukakan mengenai ideologi adalah sebagai berikut :
1. Ideologi merupakan sistem pemikiran yang erat kaitannya dengan perilaku manusia. Kecuali itu. Ideologi merupakan serangkaian pemikiran yang berkaiatan dengan tertib sosial dan politik yang ada dan berupaya untuk merubah atau mempertahankan tertib sosial dan politik yang bersangkutan.
2. Bahwa ideologi, disamping mengemukakan program juga menyertakan strategi guna merealisasikannya.
3. Ideologi dapat dipandang sebagai serangkaian pemikiran yang dapat mempersatukan manusia, kelompok, atau masyarakat, yang dapat selanjutnya diarahkan pada terwujudnya partisipasi secara efektif dalam kehidupan sosial politik.
4. Bahwa yang bisa merubah suatu pemikiran menjadi ideologi adalah fungsi pemikiran itu dalam berbagai lembaga politik dan kemasyarkatan.
B. Karakteristik dan Makna Ideologi bagi Negara
Dalam memahami ideologi dan ideologi politik tidaklah hanya melihat dari sosok pengertiannya tetapi memahami ideologi dapat ditemukan dari karakteristiknya. Beberapa karakteristik suatu ideologi, antara lain :
1. Ideologi sering muncul dan berkembang dalam situasi krisis
Situasi krisis, dimana sara pandang, dimana cara berfikir dan cara betindak yang sebelumnya dianggap umum dan wajar dalam suatu masyarakat telah dianggap seagai suatu yang tidak dapat diterima lagi. Keadaan semacam ini akan mendoroong munculnya suatu ideologi. Jika manusia, kelompok, ataupun masyarakat mulai meraakan bahwa berbagai kebutuhan dan tujuan hidupnya tidak dapat direalisasikan, maka kesalahan pertama seringkali ditimpakan pada ideologi yang ada.Berangkat dari kondisi yang serba kalut yang dicirikan oleh menghebatnya ketegangan sosial mengakibatkan bangkitnya suatu ideologi yang mampu menjanjikan kehidupan yang lebih baik.
2. Ideologi merupakan pola pemikiran yang sistematis
Ideologi pada dasarnyamerupakan ide atau gagasan yang dilemparkan atau ditawarkan ditengah-tengah arena perpolitikan. Oleh karena itu ideologi harus disusun secara sistematis agar dapat diterima oleh warga masyarakat secara rasional. Sebagai ide yang hendak mengatur tertib hubungan masyarakat maka ideologi biasanya menyajikan penjelasan dan visi mengenai kehidupan yang hendakl diwujudkan.
3. Ideologi mempunyai ruang lingkup jangkauan yang luas, namun beragam
Dilihat dari dimensi horizontal, ideologi mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, mu;lai dari penjelasan-penjelasan yang berdifat parsial sampai kepada gagasan-gagasan yang komprehensif. Dengan demikian ideologi dapat memberikan gambaran tentang masyarakat bangsa yang akan direalisasikan dnngan pola perilakunya. Ideologi juga dapat digunakan sebagai indikator dalam menentukan keberhasilan suatu negar adalam membangun masyarakatnya. Sehingga ideologi dapat dijadikan sebagai parameter dalam mengukur keberhasilan suatu negara.
4. Ideologi mencakup beberapa strata pemikiran dan panutan
Dilihat dari dimensi vertikal, ideologi mencakup beberapa strata pemikiran dan panutan, mulai dari konsep yang kompleks dan sophisticated sampai dengan slogan – slogan tertentu sesuai dengan tingkat pemahaman dan perkembanagan masyarakatnya.
C. Fungsi Ideologi
Tumbuhnya keyakinan dan kepercayaan terhadap ideologi tertentu barangkali bukan satu-satunya cara melalui mana manusia bisa memformulasikan dan mengisi kehidupannya. Ideologi juga bisa memainkan fungsinya dalam mengatur hubungan antara manusia dan masyarakatnya. Untuk itu ideologi dapat membantu anggota masyarakat dalam upaya melibatkan diri dalam berbagai sektor kehidupan. Disamping fungsinya yang umum, ideologi juga memiliki fungsi yang bersifat khusus, seperti :
1. Ideologi berfungsi melengkapi struktur kognitif manusia
Sebagai sistem panutan, ideologi pada dasarnya merupakan formulasi ide atau gagasan melalui mana manusia dapat menerima, memahami, dan sekaligus mengintepretasikan hakikat ini. Orientasi kognitif dari suatu ideologi dapat membantu untuk menghindarkan diri dari sikap ambiguitas, sekaligus memberikan kepastian dan rasa aman dalam mengarungi kehidupannya. Jika manusia dapat melihat ada kekuasaan atau kekuatan yang sulit diprediksikan, maka ideologilah satu-satunya tempat berlindung.
2. Ideologi sebagai panduan
Sebagai suatu panduan, ideologi mencanangkan seperangkat patokan tentang sebagaimana manusia seharusnya bertingkah laku, disamping tujuan dan cara mencapai tujuan itu. Seiring dengan fungsinya, ideologi menyajikan saluran – salura yang dapat dipakai untuk mewujudkan ambisi pribadi atau kelompok, hak dan kewajiban dan parameter yang menyangkut harapan pribadi dan anggota masyarakat. Ideologi juga dapat memberikan batasan tentang kekuasaan, tujuan, dan organisasi yang berkaitan dengan masalah – masalh politik. Dengan demikian, fungsi ideologi bagi suatu negara bukan sekedar sebagai standar pertimbangan dalam memilih berbagai alternatif, melainkan menyertakan “a sense of self-justification”, cara-cara mengevaluasi tingkah laku para anggotanya, dan memberikan kerangka landasan bagi legitimasi politik (kekuasaan)
3. Ideologi berfungsi sebagai lensa, melalui mana seseorang dapat melihat dunianya, sebagai cermin, melalui mana seseorang dapat melihat dirinya, dan sebagai jendela melalui mana orang lain bisa melihat diri kita
Ideologi merupakan salah satu alat bagi seseorang atau bangsa untuk mengenal dan melihat dirinya sendiri, dan mengharapkan orang lain untuk bisa melihat dan menginterprestasikan tindakannya yang didasarkan atas ideologinya. Dengan demikian, ideologi merupakan potret diri pribadi memberikan gambaran tentang manusia dan masyarakat yang diharapkan. Inilah fungsi penting ideologi bagi suatu bangsa dan negara.
4. Ideologi berfungsi sebagai kekuatan pengendali konflik, sekaligus fungsi integratif
Dalam level personal, ideologi dapat membantu setiap individu dalam mengatasi konflik yang terjadi dalam dirinya sendiri ataupun dalam hubungannya dengan orang lain. Di sisi lain, ideologi dapat mengikat kebersamaa dengan cara mengintegrasikan berbagai aspek kehidupan individu. Dalam kehidupan masyarakat, ideologi juga dapat berfungsi membatasi terjadinya konflik. Guna menjamin kontinuitas dan usaha – usaha bersama, suatu masyarakat tidak saja memerlukan pengendalian konflik, tetapi juga memerlukan adanya integritas secara politis dari para anggotanya. Melalui ideologi setiap anggota masyarakat mampu mengetahui ide, cita-cita, tujuan atau harapan-harapan dari masyarakatnya.
D. Perbandingan Ideologi
Kajian tentang ideologi terasa kurang lengkap tanpa mengkaji ideologi-ideologi besar yang berpengaruh di dunia. Oleh karena itu maka pada bagian ini akan disajikan uraian singkat tentang beberapa ideologi tersebut.
1. Agama sebagai ideologi
Dalam batasan –batasan tertentu, agama dapat dijadikan sebagai ideologi. Pada saat ini masih ada beberapa kelompok masyarakat, bangsa atau negara yang menempatkan agama sebagai ideologi . misalnya, negara vatikan di roma dan beberapa agama islam. Penempatan agama sebagai ideologi bukan suatu hal yang keliru,bahkan dapat dikatakan sebagai praktik yang didasarkan pada nilai kebenaran yang sangat tinggi. Namun, yang paling penting adalah memikirkan agar penerapannya dapat diterima oleh semua anggota masyarakat bangsanya. Lebih-lebih apabila dikaitkan dengan kenyataan bahwa hampir tidak ada masyarakat yang homogen (satu keyakinan).
Pada abad ke 17, peranan agama sebagai ideologi mulai menurun seiring dengan berkembangnya aliran-aliran baru di eropa, seperti : 1) Aufklarung, 2) Renaissance, 3) Rasionalisme, 4) Empirisme, dan 5) Realisme. Namun demikian sampai sekarang masih ada yang menjadikan agama sebagai ideologi negara, seperti Arab Saudi, Iran dengan ideologi Islam dan vatikan dengan agama katolik sebagai ideologi.
2. Liberalisme
Menurut pandangan liberalisme, negara dan politik hanya menempati salah satu bagian dan bukan persoalan pokok dalam kehidupan manusia. Tujuan negara semata – mata hanay mempertahankan negara apabila ada gangguan atau serangan dari negara lain. Fungsi negara tidak lebih dari mempertahankan hukum dan ketertiban masyarakat. Rumusan yang sesuai denga cita-cita ini adalah the government is the best which govern the best.
Liberalisme memiliki pandangan tersendiri terhadap hak dan kebebasan warga negara. Ia mendukung pengakuan hak-hak asasi manusia sepanjang tidak mengganggu hak-hak orang lain. Pandangan ini pada dasarnya sama dengan yang dikembangkan bangsa indonesia melalui ideologi pancasila. Dengan demikian, negara paling tidak harus memberikan jaminan kepada setiap warganegara untuk memilih dan menentukan agama dan kepercayaan sendiri, berbicara dan mengemukakan pikiran secara bebas, dan untuk bekerja secara bebas dan untuk bekerja secara bebas sesuai dengan kemauan dan kemampuannya tanpa campur tangan dari pemerintah.
Sebagai sebuah ideologi, liberalisme mengembangkan suatu prinsip yang sangat menddasar sifatnya, seperti: 1) pengakuan terhadap hak-hak asasi warga negara, 2) memungkinkan tegaknya tertib masyarakat dan negara atas supremasi hukum, 3) memungkinkan lahirnya pemerintahan yang demokratis, dan 4) penolakan terhadap pemerintahan totaliter.
3. Marxisme dan Leninisme
Berbicara tentang Marxisme, memang tidak terlepas dari nama-nama tokohnya seperti Karl Marx (1818-1883) dan Fiedrich Engels(1820-1895). Dari dua tokoh dunia inilah akar-akar komunisme dalam pengertiannya yang sekarang ini mulai dikembangkan. Tiga hal yang merupakan komponen dasar dari Marxisme adalah : 1) filsafat dialectical and historical materialism, 2) penyikapan terhadap masyarakat kapital yang bertumpu kepada teori nilai tenaga kerja David Ricardo dan Adam Smith, serta 3) menyangkut teori negara dan teori revolusi yang dikembangkan atas dasar konsep perjuangan kelas. Konsep ini dipandang akan mampu membawa masyarakat ke arah masyarakat komunis tanpa kelas.

4. Komunisme
Menurut teori asli marx, sosialisme dan komunisme tidak akan mungkin bisa muncul di negara-negara yang tingkat perkembangan ekonominya belum begitu maju.
Teori komunis tentang berkembangnya gerakan komunis di negara-negara baru agak berbeda dengan teori aslinya yang dikemukakan marx. Teori komunis sudah disesuaikan denga realita di negara-negara baru, yaitu bahwa sebagian besar rakyat bukan proletar tetapi petani. Tetapi kaum petani itu sendiri tidak dapat memimpin suatu revolusi. Pemimpin –pemimpinnya yang tergabung dalam partai komunis yang berhasil terdiri dari cendekiawan dan petani. Peranan proletor boleh dikatakn tidak menonjol.
Akan tetapi, dalam prakteknya tidak selalu sedemikian. Misalnya, di India tidak semua daerah yang paling terbelakang mendukung komunis. Justru didaerah-daerah yang paling terbelakang, petani-petani berpikiran paling tradisional. Sering kali sikap menerima dan pasrah sangat kuat diantara oarang miskin. Jadi, bukanlah kemiskinan sendiri yang menimbulkan gerakan komunis.
5. Fasisme
Istilah fasisme dikembangkan dari istilah latin “fasces” yang merupakan simbol kekuasaan pada zaman romawi kuno. Di italia”fasces” sebagai gerakan politik muncul setelah perang dunia I dan sempat menguasai negara itu dari tahun 1922 sampai tahun 1943. Fasisme sebagai gerakan politik lebih eksklusif sifatnya setelah dikaitkan dengan gerakan-gerakan yang diorganisir oleh Benito Mussolini pada tahun 1919
Dalam banyak hal, fasisme yang dikembangkan Mussolini dan Nazisme oleh Hitler sanga dipengaruhi oleh pemikiran fichte dan Hegel. Fasisme dan Nazisme memandang liberalisme sebagai satu ajaran dan gerakan yang lebih berorientasi kepada pemuasan kebutuhan material dengan mengabaikan soal-soal moral dan spiritual. Sebaliknya menganggap ideologi mereka lebih mendasarkan diri pada nilai-nilai spiritual dan loyalitas daripada sekedar pemuasan kebutuhan perseorangan. Hakikat fasisme adalah kepercayaan dan instink, dan bukannya akal atau ajaran.
Fasisme menolak tegas gerakan pasifisme, demokrasi dan liberalisme tetapi mereka cenderung mendekati nasionalisme dan imperealisme, serta lebih tertarik kepada tradisi-tradisi zaman romawi. Negara dalam fasis dianggap terlepas dan ada di atas setiap perintah moral. Negara berdiri atas semua individu dan kebebasan individu dibatasi untuk memberikan perhatian sepenuhnya kepada negara. Negara adalah diatas segala – galanya.
6. Ideologi Pancasila
Pancasila sebagai ideologi negara membawa nilai-nilai tertentu yang digali dari realitas sosio budaya bangsa indonesia. Oleh karena itu, maka ideologi pancasila membawakan kekhasan tertentu yang membedakan dengan ideologi lain. Kekhasan itu adalah keyakinan akan adanya Tuhan yang Maha Esa, yang membawa konsekuensi keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan yang Maha esa, kemudian juga penghargaan akan harkat dan martabat kemanusiaan, yang diwujudkan dengan penghargaan terhadap hak asasi manusia dengan memperhatikan prinsip keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Sebagai sebuah ideologi, keberadaan ideologi pancasila dilihat dari dimensi realitas membawakan nilai-nilai yang mencerminkan realitas sosiobudaya bangsa indonesia, dari segi idealitas mampu memberikan keyakinan akan terwujudnya masyarakat yang dicita-citakan, dan dari dimensi fleksibilitas, nilai-nilai yang ada didalamnya dapat dijabarkan secara kontekstual agar senantiasa dapat menyesuaikan dinamika dan perkembangan masyarakat.
E. Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka
Pancasila sebagai ideologi bangsa indonesia mengandung nilai – nilai dan gagasan dasar yang dapat dilihat dalam sikap, perilaku, dan kepribadian bangsa indonesia. Pancasila sebagai ideologi bersifat khas sebagai refleksi perilaku bangsa indonesia tercermin dalam setiap segi kehidupannya. Nilai – nilai dasar tersebut bersifat dinamis.Artinya, upaya pengembangan sesuai dengan perubahan dan tuntutan masyarakatbukan sesuatu yang tabu sehingga nilai-nilai dasar itu tidak menjadi beku, kaku, dan melahirkan sifat fanatik yang tidak logis. Atas dasar pemikiran tersebut, bangsa indonesia telah menetapkan pancasila sebagai ideologi terbuka.
Menurut Alfian, ideologi yang baik mengandung 3 dimensi yaitu : 1) dimensi realita, 2) Dimensi idealisme, 3) dimensi fleksibel / pengembangan.(Oetojo Oesman dan Alfian, 1993:192)
Ideologi terbuka adalah ideologi yang dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman,dan adanya dinamika internal. Dengan demikian, ideologi tersebut tetap aktual, selalu berkembang dan dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat.
Penegasan pancasila sebagai ideologi terbuka, bukan saja merupakan suatu penegasan kembali pola pikir yang dinamis dari para pendiri negara kita pada tahun 1945 tetapi juga merupakan kebutuhan konseptual. Penegasan Pancasila sebagai ideologi terbuka membawa implikasi : 1) bangsa indonesia harus mempertajam kesadaran akan nilai-nilai dasarnya yang bersifat abadi, dan 2) bangsa indonesia harus menyadari adanya kebutuhan untuk menjawab kebutuhan dan tantangan zaman.
Perlu ditegaskan secara lugas tentang pengertian “terbuka” dalam ideologi terbuka maksudnya adalah terjadi interaksi antara nilai-nilai yang terkandung didalamnya dengan lingkungan sekitar. Artinya, nilai-nilai dasarnya tetap dipertahankan dan bangsa memiliki kesempatan untuk mengembangkan nilai instrumentalnya.
Pengertian terbuka adalah terbuka untuk interaksi dengan lingkungan sekitar pada tatanan nilai instrumental. Tentunya saja perlu digariskan batas-batas keterbukaan tersebut. Sekurang-kurangnya ada 2 pembatasan keterbukaan itu :
1. Kepentingan stabilitas nasional
Walaupun pada dasarnya semua gagasan untuk menjabarkan nilai dasar dapat diajukan, namun jika sejak awal sudah dapat diperkirakan gagasan itu akan menimbulkan keresahan yang meluas, selayaknya dicarikan momentum, bentuk, serta metode yang tepat untuk menyampaikannya.
2. Larangan terhadap ideologi Marxisme-Leninisme/ Komunisme
Keterbukaan ideologi pancasila pada tataran nilai instrumental dan nilai praksisnya bukan berarti bangsa indonesia membuka diri bagi faham komunisme. Sebaliknya, bangsa indonesia tetap waspada terhadap kerawanan – kerawanan yang mungkin ditimbulkan oleh faham tersebut. Marxisme-Leninisme-Komunisme memiliki wawasan yang negatif terhadap konflik karena tidak mengenal perdamaian. Dalam pandangannya konflik hanya dapat diakhiri, manakala salah satu pihak yang bertentangan mengalami kehancuran. Prinsip menghalalkan segala cara dalam mencapai cita-citanya dipandang sebagai konsep yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar